Ah, aneh sekali aku ini. Sebenarnya kenapa pula aku harus
repot bertanya? Toh sejujurnya aku sudah tahu kabar beritamu. Setiap pagi,
setelah ibadah dan bebersih badan — membaca lini masa dan kicauanmu di media
sosial jadi kebiasaan yang tak pernah kulewatkan. Kalau saja kau menemukan
tulisan ini dan tahu bahwa kata-kata yang sedang kau baca adalah tentangmu
kujamin kau hanya akan terkekeh pelan mengetahui betapa picisannya aku.
Rasanya aku tak keberatan kalau harus kehabisan roti tawar
hingga tak bisa sarapan. Selama masih bisa mengetahui kabarmu, lapar sepertinya
masih bisa kutahan.
Tapi untuk hari ini, aku ingin kau tahu sesuatu. Aku tak
peduli jika kau bilang aku pecundang. Kau juga boleh menganggapku orang yang
tak punya keberanian. Saat kalimat pengakuan hanya bisa kuucapkan dengan
terbata, izinkan tulisan ini jadi perantaranya.
"Singkatnya perkenalan tak kusangka bisa membuatku jatuh
begitu dalam"
Sampai hari ini aku masih ingat suara tawamu yang renyah.
Bagaimana ujung matamu berkerut ketika tersenyum lebar. Bibirmu yang otomatis
kau gigit saat tak bisa menjawab berbagai ejekan yang kami lontarkan. Aku
merasa kau orang yang menyenangkan. Aku ingin mengenalmu lebih dalam.
Di tengah kelakar teman-teman yang memekakakkan telinga,
senyuman ramah itu kembali kutemukan. Melihat sunggingan bibirmu saja sudah
membuatku meremang. Ah, atau hanya aku yang terlalu percaya diri merasa bahwa
senyuman itu untukku?
Tapi bukankah jatuh hati memang selalu sepaket dengan
kebiasaan menduga-duga? Cinta sering mengaburkan logika dan membuat kita jadi
manusia yang lihai memanipulasi fakta.
Mulai saat itu, aku ingin menciptakan momen agar kita bisa
kembali bersama. Memendam rasa seperti ini kadang membuatku merasa gila.
Buatku, ujian berat adalah saat kau dan aku harus duduk berhadapan
: mau tak mau harus saling berpandangan. Aku khawatir kau bisa menangkap binar
lain dari mataku. Jika kau pandangi dengan dalam sekian lama, bisa-bisa rasa
yang selama ini hanya kupegang erat tumpah — menguak ke udara. Aroma cinta yang
telah kulipat rapi sekian lama tak bisa kujamin tak sampai ke hidungmu yang
hanya sejengkal dekatnya.
Meski tanpa harus saling memandang mata, ketahuilah bahwa
kau dan hal-hal kecil tentangmu tak pernah tersingkir dari kepala.
Menyukaimu sekian lama memang membuatku jadi orang yang
pintar membaca pertanda. Mataku terbiasa menyapu tempat parkir di setiap pagi,
mencari kendaraanmu yang sudah terparkir rapi. Jika kendaraanmu tak ada,
tandanya kau sedang sibuk dengan kegiatan sampinganmu yang memang bejibun
jumlahnya. Atau, kau hanya sedang malas dan ingin merebahkan badan saja
sepanjang hari membayar jam tidur yang sudah tergadai sepekan lalu.
Kau barangkali tak menyadari betapa aku memperhatikanmu. Kau
memang tak perlu tahu. Cukuplah kupastikan hidupmu mulus berjalan dan tak
kekurangan. Hanya memandangmu dari jauh pun, aku tak pernah keberatan.
Kata teman-temanku aku memang sudah jatuh cinta padamu.
Kadang aku heran, apakah cinta memang selalu segila ini? Pikiranku seperti
pohon yang bercabang. Di setiap ujung tangkainya, kau lah yang jadi muara
penantian panjang.
Kuakui. Sesekali pikiranku melayang begitu saja ke suatu
tempat yang kuharap bisa dinamai “Kita”
Orang bilang pengharapan adalah sumber sakit hati yang
paling tak terelakkan. Dan aku, adalah orang keras kepala yang rela pasang
badan untuk menerima sakit yang kelak berdatangan. Jujur, aku sering
membayangkan bagaimana rasanya jika kelak kita bisa bersama. Menyatukan 2
ke-aku-an kita jadi satu “kita” yang tak terpisah spasi dan jeda.
Sesekali aku suka mengamatimu yang sedang sibuk dengan buku
teks di tangan. Aku juga sering mencuri pandang waktu kau terlihat serius
menggarap pekerjaan. Andai, aku berani kesisimu. Menemani jenuhmu yang mungkin
saja tiba-tiba menyerang. Jika saja aku bisa menemanimu makan siang. Akan
kupilihkan menu makanan yang wajib mengandung sayuran.
Sembari makan, kita bisa banyak berbincang. Kau mungkin
gatal bercerita tentang perkembangan isu politik yang bagimu selalu menarik
untuk didiskusikan. Aku akan mendengarkan, sembari sesekali menimpali dan
memberi masukan. Saat lelah dengan topik serius, kita bisa bertukar cerita soal
film dan lagu yang kini jadi bahan pembicaraan. Apapun topik yang kau bawa ke
meja perbincangan, aku akan dengan senang hati mendengarkan.
Jika “kita” itu memang ada. Kuharap, langkah yang kuambil
saat ini memang mengarah ke sana. Kau memang selalu mengisi pikiranku. Aku
ingin melakukan ini dan itu. Tapi pada akhirnya jalan terbaik menurutku adalah
diam, mengamatimu, sembari terus membawa namamu dalam dawai-dawai doa nan bisu.
Sebelum jatuh hati padamu tanpa rencana, kupikir cinta
selalu dipenuhi cokelat-warna pink-dan bunga. Aku tak pernah sadar bahwa
sebaik-baik cinta adalah rasa yang tetap membumi dan sederhana.
Sebagai manusia biasa, tentu aku ingin kita bisa bersama.
Sudah terbayangkann betapa menyenangkannya hari-hari waktu kamu selalu bisa
ditemukan di sisi. Tapi jika pun rencana dan harapan itu tak terwujud,
keberadaanmu tak pernah kusesali.
Kau mengajarkanku bahwa cinta adalah perkara memberi.
Menjadi sebaik-baik pribadi, tanpa perlu khawatir apakah kasih yang sebesar itu
akan kembali.
Kehadiranmu membuatku percaya. Bahwa cinta selalu berada di
bawah tanganNya yang paling kuasa. Beberapa hal perlu diusahakan, namun hasil
akhirnya hanya butuh diserahkan.
Mencintaimu dalam diam sekian lama membuat mataku terbuka:
begitu banyak bentuk usaha yang bisa dilakukan di luar merayu dan mengobral
janji manis belaka.
Terima kasih, sudah pernah ada. Terima kasih atas pelajaran
yang kau bawa tanpa harus mencekokiku dengan ceramah yang berentet panjangnya.
Jika kelak kita bersatu, tak perlu kau khawatir. Kau
mendapatkanku, orang yang selama ini dalam diam terus mendoakan berbagai
kebaikan untukmu.
Namun jika takdir kita memang bukan jadi satu, kau pun harus
camkan ini dalam kepalamu.
"Doa-doa itu tak pernah hilang. Apapun yang terjadi,
kamu tak akan kehilangan seorang pemohon kebaikan yang handal"
Selamat melanjutkan perjalanan. Semoga kelak kita bertemu di
satu persimpangan yang memang telah tertakdirkan. :)
Dariku,
Yang dalam diam selalu mengagumimu
Komentar
Posting Komentar